ꦩꦸꦱꦶꦏꦤ꧀‌ꦏꦼꦱꦠꦸꦮꦤ꧀ꦩꦸꦱꦶꦏ꧀ꦝꦶꦪꦠꦺꦴꦤꦶꦏ꧀ꦏꦼꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ

ꦩꦸꦱꦶꦏꦤ꧀‌ꦏꦼꦱꦠꦸꦮꦤ꧀ꦩꦸꦱꦶꦏ꧀ꦝꦶꦪꦠꦺꦴꦤꦶꦏ꧀ꦏꦼꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ

ꦩꦸꦱꦶꦏꦤ꧀‌ꦏꦼꦱꦠꦸꦮꦤ꧀ꦩꦸꦱꦶꦏ꧀ꦝꦶꦪꦠꦺꦴꦤꦶꦏ꧀ꦏꦼꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ

ꦏꦼꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠꦥꦼꦂꦤꦃꦩꦼꦩꦶꦭꦶꦏꦶꦄꦧ꧀ꦝꦶꦣꦊꦩ꧀ꦪꦁꦏ꦳ꦸꦱꦸꦱ꧀ꦧꦼꦂꦠꦸꦒꦱ꧀ꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦩꦼꦩꦻꦤ꧀ꦏꦤ꧀ꦩꦸꦱꦶꦏ꧀ꦄꦼꦫꦺꦴꦥ꧉ꦏꦼꦱꦠꦸꦮꦤ꧀ꦄꦧ꧀ꦝꦶꦣꦊꦩ꧀ꦠꦼꦂꦱꦼꦧꦸꦠ꧀ꦧꦼꦂꦤꦩꦩꦸꦱꦶꦏꦤ꧀꧈ꦤꦩꦩꦸꦱꦶꦏꦤ꧀ꦧꦼꦫꦱꦭ꧀ꦝꦫꦶꦧꦲꦱꦧꦼꦭꦤ꧀ꦝꦪꦁꦧꦼꦫꦂꦠꦶꦩꦸꦱꦶꦏꦸꦱ꧀꧈ꦗꦼꦗꦏ꧀ꦏꦼꦧꦼꦫꦣꦄꦤ꧀ꦚꦩꦱꦶꦃꦧꦶꦱꦣꦶꦠꦼꦩꦸꦮꦶꦩꦼꦭꦭꦸꦮꦶꦏꦩ꧀ꦥꦸꦁꦣꦶꦱꦼꦧꦼꦭꦃꦠꦶꦩꦸꦂꦥꦒꦼꦭꦫꦤ꧀ꦏꦼꦫꦠꦺꦴꦤ꧀‌ꦏꦩ꧀ꦥꦸꦁꦩꦸꦱꦶꦏꦤꦤ꧀꧈

꧋ꦩꦸꦱꦶꦏꦤ꧀ꦥꦣꦩꦱꦲꦶꦤ꧀ꦝꦶꦪꦧꦼꦭꦤ꧀ꦝ
꧋ꦮꦭꦻꦴꦗꦼꦗꦏ꧀ꦆꦤ꧀ꦱ꧀ꦠꦿꦸꦩꦺꦤ꧀ꦩꦸꦱꦶꦏ꧀ꦄꦼꦫꦺꦴꦥꦠꦼꦭꦃꦣꦶꦠꦼꦩꦸꦏꦤ꧀ꦱꦼꦗꦏ꧀ꦄꦮꦭ꧀ꦧꦼꦂꦣꦶꦫꦶꦚꦏꦼꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ꧈ꦤꦩꦸꦤ꧀ꦠꦶꦣꦏ꧀ꦝꦶꦏꦼꦠꦲꦸꦮꦶꦏꦥꦤ꧀ꦠꦼꦥꦠ꧀ꦚꦏꦼꦱꦠꦸꦮꦤ꧀ꦄꦧ꧀ꦝꦶꦣꦊꦩ꧀ꦩꦸꦱꦶꦏꦤ꧀ꦧꦼꦂꦣꦶꦫꦶ꧉ꦕꦠꦠꦤ꧀ꦩꦼꦔꦼꦤꦻꦚꦧꦫꦸꦩꦸꦚ꧀ꦕꦸꦭ꧀ꦥꦣꦩꦱꦥꦼꦩꦼꦫꦶꦤ꧀ꦠꦲꦤ꧀ꦱꦿꦶꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦲꦩꦼꦁꦏꦸꦧꦸꦮꦤ꧇꧘꧇(꧇꧑꧙꧒꧑꧇꧇꧑꧙꧓꧙꧇)꧉

꧋ꦥꦣ꧇꧒꧖꧇ꦩꦺꦪꦶ꧇꧑꧙꧒꧓꧇꧈ꦒꦸꦧꦼꦂꦤꦸꦂꦗꦼꦤ꧀ꦝꦼꦫꦭ꧀ꦲꦶꦤ꧀ꦝꦶꦪꦧꦼꦭꦤ꧀ꦝ꧈ꦣꦶꦂꦏ꧀ꦥ꦳ꦺꦴꦕ꧀ꦏ꧀(꧇꧑꧙꧒꧑꧇꧇꧑꧙꧒꧖꧇)ꦧꦼꦂꦏꦸꦚ꧀ꦗꦸꦁꦏꦼꦏꦼꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ꧉ꦱꦿꦶꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦩꦼꦔꦣꦏꦤ꧀ꦥꦼꦩꦼꦤ꧀ꦠꦱꦤ꧀ꦩꦸꦱꦶꦏ꧀ꦄꦼꦫꦺꦴꦥꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦩꦼꦁꦲꦺꦴꦂꦩꦠꦶꦚ꧉ꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦆꦠꦸꦧꦼꦂꦧꦒꦻꦥꦼꦂꦱꦶꦪꦥꦤ꧀ꦝꦶꦭꦏꦸꦏꦤ꧀꧈ꦠꦼꦂꦩꦱꦸꦏ꧀ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦸꦮꦠ꧀ꦱꦼꦫꦒꦩ꧀ꦧꦫꦸꦣꦤ꧀ꦩꦼꦔꦸꦠꦸꦱ꧀ꦱꦼꦎꦫꦁꦧꦼꦭꦤ꧀ꦝꦣꦤ꧀ꦝꦸꦮꦄꦧ꧀ꦝꦶꦣꦊꦩ꧀ꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦭꦶꦄꦭꦠ꧀ꦄꦭꦠ꧀ꦩꦸꦱꦶꦏ꧀ꦠꦩ꧀ꦧꦲꦤ꧀ꦏꦼꦧꦠꦮ꦳ꦶꦪ(ꦗꦏꦂꦠ)꧉ꦏꦼꦧꦸꦠꦸꦲꦤ꧀ꦥꦿꦺꦴꦠꦺꦴꦏꦺꦴꦭꦺꦂꦆꦤꦶꦣꦶꦣꦸꦒꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦄꦭꦱꦤ꧀ꦏꦼꦤꦥꦏꦼꦱꦠꦸꦮꦤ꧀ꦩꦸꦱꦶꦏꦤ꧀ꦝꦶꦧꦼꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀꧈

꧋ꦥꦣꦤꦺꦴꦮ꦳ꦺꦩ꧀ꦧꦼꦂ꧇꧑꧙꧒꧓꧇꧈ꦱꦿꦶꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦩꦼꦔꦸꦤ꧀ꦝꦁꦱꦼꦎꦫꦁꦱꦼꦤꦶꦩꦤ꧀ꦧꦼꦂꦤꦩꦮꦭ꧀ꦠꦺꦂꦱ꧀ꦥꦶꦪꦺꦱ꧀ꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦧꦼꦏꦼꦂꦗꦱꦼꦧꦒꦻꦆꦤ꧀ꦱ꧀ꦠꦿꦸꦏ꧀ꦠꦸꦂꦣꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶꦒꦺꦤ꧀ꦩꦸꦱꦶꦏ꧀꧈ꦱꦄꦠ꧀ꦆꦠꦸ꧈ꦮꦭ꧀ꦠꦺꦂꦱ꧀ꦥꦶꦪꦺꦱ꧀ꦪꦁꦧꦼꦫꦱꦭ꧀ꦝꦫꦶꦗꦼꦂꦩꦤ꧀ꦱꦼꦣꦁꦧꦼꦂꦏꦼꦭꦤꦏꦼꦠꦤꦃꦗꦮ꧉ꦆꦪꦣꦶꦏꦼꦤꦭ꧀ꦱꦼꦧꦒꦻꦥꦼꦭꦸꦏꦶꦱ꧀ꦝꦤ꧀ꦩꦸꦱꦶꦏꦸꦱ꧀ꦈꦭꦸꦁ꧉ꦏꦼꦲꦣꦶꦫꦤ꧀ꦱ꧀ꦥꦶꦪꦺꦱ꧀ꦪꦁꦩꦸꦭꦻꦧꦼꦏꦼꦂꦗꦥꦣꦏꦼꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦱꦼꦗꦏ꧀꧇꧑꧇ꦗꦤꦸꦮꦫꦶ꧇꧑꧙꧒꧔꧇ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦫꦶꦏꦤ꧀ꦥꦼꦔꦫꦸꦃꦕꦸꦏꦸꦥ꧀ꦧꦼꦱꦂ꧉ꦱꦼꦭꦻꦤ꧀ꦩꦼꦔꦗꦂꦩꦸꦱꦶꦏ꧀ꦄꦼꦫꦺꦴꦥ꧈ꦆꦪꦱꦼꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶꦩꦼꦤ꧀ꦝꦭꦩꦶꦒꦩꦼꦭꦤ꧀ꦗꦮ꧉ꦣꦭꦩ꧀ꦩꦱꦏꦼꦂꦗꦚꦪꦁꦱꦶꦁꦏꦠ꧀ꦱꦼꦧꦼꦭꦸꦩ꧀ꦥꦼꦂꦒꦶꦏꦼꦧꦭꦶꦠꦲꦸꦤ꧀꧇꧑꧙꧒꧗꧇꧈ꦆꦪꦩꦼꦤꦶꦁꦒꦭ꧀ꦏꦤ꧀ꦧꦼꦧꦼꦫꦥꦩꦤꦸꦱ꧀ꦏꦿꦶꦥ꧀ꦤꦺꦴꦠꦱꦶꦒꦩꦼꦭꦤ꧀ꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦝꦶꦩꦻꦤ꧀ꦏꦤ꧀ꦝꦼꦔꦤ꧀ꦥꦶꦪꦤꦺꦴ꧉

꧋ꦱꦄꦠ꧀ꦆꦠꦸ꧈ꦏꦼꦱꦠꦸꦮꦤ꧀ꦩꦸꦱꦶꦏ꧀ꦄꦼꦫꦺꦴꦥꦏꦼꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦩꦼꦩꦶꦭꦶꦏꦶ꧇꧔꧐꧇ꦄꦁꦒꦺꦴꦠꦣꦤ꧀ꦎꦂꦏꦺꦱ꧀ꦚꦣꦶꦤꦩꦻꦏꦿꦠꦺꦴꦤ꧀ꦎꦂꦕꦺꦱ꧀ꦠ꧀ꦝ꧀ꦗꦺꦴꦒ꧀ꦗ꧉ꦥꦫꦄꦧ꧀ꦝꦶꦣꦊꦩ꧀ꦩꦸꦱꦶꦏꦤ꧀ꦝꦶꦧꦼꦫꦶꦤꦩꦣꦼꦔꦤ꧀ꦏꦠꦏꦠꦣꦫꦶꦧꦲꦱꦧꦼꦭꦤ꧀ꦝ꧉ꦧꦼꦧꦼꦫꦥꦩꦼꦁꦒꦸꦤꦏꦤ꧀ꦤꦩꦤꦩꦲꦫꦶꦱꦼꦥꦼꦂꦠꦶꦗ꦳ꦺꦴꦤ꧀ꦝꦒ꧀(ꦩꦶꦁꦒꦸ)꧈ꦩꦄꦤ꧀ꦝꦒ꧀(ꦱꦺꦤꦶꦤ꧀)꧈ꦣꦤ꧀ꦝꦶꦤ꧀ꦱ꧀ꦝꦒ꧀(ꦱꦺꦭꦱ)꧉ꦧꦼꦧꦼꦫꦥꦩꦼꦁꦒꦸꦤꦏꦤ꧀ꦤꦩꦤꦩꦧꦸꦭꦤ꧀ꦱꦼꦥꦼꦂꦠꦶꦗꦤꦸꦮꦫꦶ꧈ꦥ꦳ꦺꦧꦿꦸꦮꦫꦶ꧈ꦩꦄꦂꦠ꧀‌ꦄꦥꦿꦶꦭ꧀‌ꦣꦤ꧀ꦩꦺꦪꦶ꧉ꦧꦼꦧꦼꦫꦥꦭꦻꦤ꧀ꦚꦩꦼꦁꦒꦸꦤꦏꦤ꧀ꦤꦩꦤꦩꦪꦁꦧꦼꦫꦱꦭ꧀ꦝꦫꦶꦎꦥꦼꦫ꧉ꦱꦼꦥꦼꦂꦠꦶꦍꦣ꧈ꦤꦩꦎꦥꦼꦫꦏꦂꦪꦒ꧀꧈ꦮ꦳ꦼꦂꦣꦶꦪꦁꦩꦸꦚ꧀ꦕꦸꦭ꧀ꦠꦲꦸꦤ꧀꧇꧑꧘꧗꧑꧇ꦣꦶꦆꦠꦭꦶꦪ꧉ꦄꦠꦻꦴꦕꦂꦩꦺꦤ꧀‌ꦗꦸꦣꦸꦭ꧀ꦎꦥꦼꦫꦏꦂꦪꦒꦼꦎꦂꦒꦺꦱ꧀ꦧꦶꦗ꦳ꦺꦠ꧀ꦪꦁꦩꦸꦚ꧀ꦕꦸꦭ꧀ꦥꦣꦠꦲꦸꦤ꧀꧇꧑꧘꧗꧕꧇ꦣꦶꦥꦼꦫꦚ꧀ꦕꦶꦱ꧀꧈ꦄꦣꦗꦸꦒꦪꦁꦩꦼꦔꦩ꧀ꦧꦶꦭ꧀ꦤꦩꦣꦫꦶꦏꦺꦴꦩ꧀ꦥꦺꦴꦱꦼꦂꦎꦥꦼꦫ꧈ꦱꦼꦥꦼꦂꦠꦶꦊꦎꦤꦶ꧉ꦥ꦳ꦿꦚ꧀ꦕꦺꦴꦊꦎꦤꦶꦄꦣꦭꦃꦤꦩꦱꦼꦎꦫꦁꦏꦺꦴꦩ꧀ꦥꦺꦴꦱꦼꦂꦧꦼꦂꦏꦼꦧꦁꦱꦄꦤ꧀ꦆꦠꦭꦶꦪꦪꦁꦲꦶꦣꦸꦥ꧀ꦄꦤ꧀ꦠꦫꦠꦲꦸꦤ꧀꧇꧑꧘꧖꧔꧇꧇꧑꧙꧔꧙꧇꧉ꦤꦩꦤꦩꦄꦧ꧀ꦝꦶꦣꦊꦩ꧀ꦆꦤꦶꦣꦶꦒꦸꦤꦏꦤ꧀ꦱꦼꦕꦫꦠꦸꦫꦸꦤ꧀ꦠꦼꦩꦸꦫꦸꦤ꧀꧈ꦤꦩꦠꦼꦂꦱꦼꦧꦸꦠ꧀ꦄꦏꦤ꧀ꦝꦶꦱꦤ꧀ꦝꦁꦎꦭꦺꦃꦏꦼꦠꦸꦫꦸꦤꦤ꧀ꦪꦁꦩꦼꦁꦒꦤ꧀ꦠꦶꦏꦤ꧀ꦄꦧ꧀ꦝꦶꦣꦊꦩ꧀ꦪꦁꦱꦸꦣꦃꦧꦼꦫꦏ꦳ꦶꦂꦩꦱꦠꦸꦒꦱ꧀ꦚ꧉

꧋ꦱꦼꦠꦼꦭꦃꦱ꧀ꦥꦶꦪꦺꦱ꧀ꦧꦼꦂꦲꦼꦤ꧀ꦠꦶꦧꦼꦏꦼꦂꦗꦣꦶꦏꦼꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ꧈ꦗꦧꦠꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶꦒꦺꦤ꧀ꦝꦶꦱꦼꦫꦃꦏꦤ꧀ꦥꦣꦄꦧ꧀ꦝꦶꦣꦊꦩ꧀ꦧꦼꦂꦤꦩꦩꦱ꧀ꦭꦸꦫꦃꦉꦒꦶꦩꦺꦤ꧀ꦠ꧀ꦱ꧀ꦝꦺꦴꦕ꧀ꦲ꧀ꦠꦺꦂ꧉ꦱꦄꦠ꧀ꦩꦱ꧀ꦭꦸꦫꦃꦉꦒꦶꦩꦺꦤ꧀ꦠ꧀ꦱ꧀ꦝꦺꦴꦕ꧀ꦲ꧀ꦠꦺꦂꦮꦥ꦳ꦠ꧀ꦥꦣꦠꦲꦸꦤ꧀꧇꧑꧙꧓꧑꧇꧈ꦗꦧꦠꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶꦒꦺꦤ꧀ꦝꦶꦱꦼꦫꦃꦏꦤ꧀ꦥꦣꦥꦸꦠꦿꦚꦪꦁꦧꦼꦂꦤꦩꦊꦎꦤꦶ꧉ꦱꦼꦠꦼꦭꦃꦣꦶꦄꦁꦏꦠ꧀ꦱꦼꦧꦒꦻꦣꦶꦫꦶꦒꦺꦤ꧀‌ꦊꦎꦤꦶꦏꦼꦩꦸꦣꦶꦪꦤ꧀ꦧꦼꦂꦒꦼꦭꦂꦫꦣꦺꦤ꧀ꦭꦸꦫꦃꦉꦒꦶꦩꦺꦤ꧀ꦠ꧀ꦱ꧀ꦝꦺꦴꦕ꧀ꦲ꧀ꦠꦺꦂ꧇꧒꧇꧉

꧋ꦥꦣꦩꦱꦆꦠꦸꦏꦿꦠꦺꦴꦤ꧀ꦎꦂꦕꦺꦱ꧀ꦠ꧀ꦝ꧀ꦗꦺꦴꦒ꧀ꦗꦧꦼꦂꦏꦼꦩ꧀ꦧꦁꦣꦼꦔꦤ꧀ꦧꦻꦏ꧀꧈ꦧꦚꦏ꧀ꦏꦼꦒꦶꦪꦠꦤ꧀ꦝꦶꦭꦏꦸꦏꦤ꧀꧈ꦱꦼꦥꦼꦂꦠꦶꦥꦼꦩꦼꦤ꧀ꦠꦱꦤ꧀ꦩꦸꦱꦶꦏ꧀ꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦩꦼꦔꦶꦫꦶꦔꦶꦥꦼꦫꦫꦏꦤ꧀ꦒꦸꦤꦸꦔꦤ꧀ꦱꦄꦠ꧀ꦒꦫꦺꦧꦺꦒ꧀ꦱꦮꦭ꧀‌ꦩꦼꦚꦩ꧀ꦧꦸꦠ꧀ꦏꦸꦚ꧀ꦗꦸꦔꦤ꧀ꦥꦫꦒꦸꦧꦼꦂꦤꦸꦂꦗꦼꦤ꧀ꦝꦼꦫꦭ꧀ꦏꦼꦏꦼꦫꦠꦺꦴꦤ꧀‌ꦥꦼꦤ꧀ꦠꦱ꧀ꦝꦭꦩ꧀ꦫꦁꦏꦥꦼꦤꦺꦴꦧꦠꦤ꧀ꦱꦸꦤꦤ꧀ꦥꦏꦸꦧꦸꦮꦤ꧇꧑꧑꧇ꦣꦶꦱꦸꦫꦏꦂꦠ꧈ꦩꦼꦚꦩ꧀ꦧꦸꦠ꧀ꦏꦸꦚ꧀ꦗꦸꦔꦤ꧀ꦱꦸꦤꦤ꧀ꦥꦏꦸꦧꦸꦮꦤ꧇꧑꧑꧇ꦏꦼꦏꦼꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ꧈ꦣꦤ꧀ꦠꦏ꧀ꦏꦼꦠꦶꦁꦒꦭꦤ꧀ꦥꦼꦩꦼꦤ꧀ꦠꦱꦤ꧀ꦝꦭꦩ꧀ꦫꦁꦏꦥꦼꦤꦺꦴꦧꦠꦤ꧀ꦱꦿꦶꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦲꦩꦼꦁꦏꦸꦧꦸꦮꦤ꧇꧙꧇꧉

꧋ꦱꦼꦭꦻꦤ꧀ꦥꦼꦩꦼꦤ꧀ꦠꦱꦤ꧀ꦝꦭꦩ꧀ꦄꦕꦫꦄꦕꦫꦥꦼꦚꦩ꧀ꦧꦸꦠꦤ꧀‌ꦏꦿꦠꦺꦴꦤ꧀ꦎꦂꦕꦺꦱ꧀ꦠ꧀ꦝ꧀ꦗꦺꦴꦒ꧀ꦗꦩꦼꦭꦏꦸꦏꦤ꧀ꦏꦼꦒꦶꦪꦠꦤ꧀ꦫꦸꦠꦶꦤ꧀ꦝꦶꦥꦒꦼꦭꦫꦤ꧀ꦪꦁꦣꦶꦱꦼꦧꦸꦠ꧀ꦥꦱꦺꦴꦮꦤꦤ꧀꧈ꦄꦣꦥꦸꦭꦥꦼꦩꦼꦤ꧀ꦠꦱꦤ꧀ꦝꦸꦮꦏꦭꦶꦱꦼꦧꦸꦭꦤ꧀ꦝꦶꦱꦺꦴꦕꦶꦪꦺꦠꦺꦪꦶꦠ꧀ꦝꦼꦮ꦳ꦼꦉꦄꦼꦤꦶꦒꦶꦁ꧈ꦒꦼꦣꦸꦁꦫꦺꦏꦿꦺꦪꦱꦶꦧꦒꦶꦎꦫꦁꦧꦼꦭꦤ꧀ꦝꦪꦁꦏꦶꦤꦶꦩꦼꦚ꧀ꦗꦣꦶꦧꦒꦶꦪꦤ꧀ꦝꦫꦶꦏꦺꦴꦩ꧀ꦥ꧀ꦭꦺꦏ꧀ꦱ꧀ꦠꦩꦤ꧀ꦧꦸꦣꦪꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ꧉

Musikan, Kesatuan Musik Diatonik Keraton Yogyakarta

JGST

Keraton Yogyakarta pernah memiliki Abdi Dalem yang khusus bertugas untuk memainkan musik Eropa. Kesatuan Abdi Dalem tersebut bernama Musikan. Nama Musikan berasal dari bahasa Belanda yang berarti musikus. Jejak keberadaannya masih bisa ditemui melalui kampung di sebelah timur Pagelaran Keraton, kampung Musikanan.

Musikan pada Masa Hindia-Belanda
Walau jejak instrumen musik Eropa telah ditemukan sejak awal berdirinya Keraton Yogyakarta, namun tidak diketahui kapan tepatnya kesatuan Abdi Dalem Musikan berdiri. Catatan mengenainya baru muncul pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921-1939).

Pada 26 Mei 1923, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Dirk Fock (1921-1926) berkunjung ke Keraton Yogyakarta. Sri Sultan mengadakan pementasan musik Eropa untuk menghormatinya. Untuk itu berbagai persiapan dilakukan. Termasuk membuat seragam baru dan mengutus seorang Belanda dan dua Abdi Dalem untuk membeli alat-alat musik tambahan ke Batavia (Jakarta). Kebutuhan protokoler ini diduga menjadi alasan kenapa kesatuan Musikan dibentuk.

Pada November 1923, Sri Sultan mengundang seorang seniman bernama Walter Spies untuk bekerja sebagai instruktur dan dirigen musik. Saat itu, Walter Spies yang berasal dari Jerman sedang berkelana ke tanah Jawa. Ia dikenal sebagai pelukis dan musikus ulung. Kehadiran Spies yang mulai bekerja pada keraton sejak 1 Januari 1924 memberikan pengaruh cukup besar. Selain mengajar musik Eropa, ia sendiri mendalami gamelan Jawa. Dalam masa kerjanya yang singkat sebelum pergi ke Bali tahun 1927, ia meninggalkan beberapa manuskrip notasi gamelan untuk dimainkan dengan piano.

Saat itu, kesatuan musik Eropa keraton memiliki 40 anggota dan orkesnya dinamai Kraton Orcest Djogja. Para Abdi Dalem Musikan diberi nama dengan kata-kata dari bahasa Belanda. Beberapa menggunakan nama-nama hari seperti Zondag (Minggu), Maandag (Senin), dan Dinsdag (Selasa). Beberapa menggunakan nama-nama bulan seperti Januari, Februari, Maart, April, dan Mei. Beberapa lainnya menggunakan nama-nama yang berasal dari opera. Seperti Aida, nama opera karya G. Verdi yang muncul tahun 1871 di Italia. Atau Carmen, judul opera karya Georges Bizet yang muncul pada tahun 1875 di Perancis. Ada juga yang mengambil nama dari komposer opera, seperti Leoni. Franco Leoni adalah nama seorang komposer berkebangsaan Italia yang hidup antara tahun 1864-1949. Nama-nama Abdi Dalem ini digunakan secara turun temurun. Nama tersebut akan disandang oleh keturunan yang menggantikan Abdi Dalem yang sudah berakhir masa tugasnya.

Setelah Spies berhenti bekerja di Keraton Yogyakarta, jabatan dirigen diserahkan pada Abdi Dalem bernama Mas Lurah Regimentsdochter. Saat Mas Lurah Regimentsdochter wafat pada tahun 1931, jabatan dirigen diserahkan pada putranya yang bernama Leoni. Setelah diangkat sebagai dirigen, Leoni kemudian bergelar Raden Lurah Regimentsdochter II.

Pada masa itu Kraton Orcest Djogja berkembang dengan baik. Banyak kegiatan dilakukan. Seperti pementasan musik untuk mengiringi perarakan gunungan saat Garebeg Sawal, menyambut kunjungan para Gubernur Jenderal ke keraton, pentas dalam rangka penobatan Sunan Paku Buwono XI di Surakarta, menyambut kunjungan Sunan Paku Buwono XI ke keraton Yogyakarta, dan tak ketinggalan pementasan dalam rangka penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Selain pementasan dalam acara-acara penyambutan, Kraton Orcest Djogja melakukan kegiatan rutin di Pagelaran yang disebut Pasowanan. Ada pula pementasan dua kali sebulan di Societeit de Vereeniging, gedung rekreasi bagi orang Belanda yang kini menjadi bagian dari kompleks Taman Budaya Yogyakarta.

Musikan, Kesatuan Musik Diatonik Keraton Yogyakarta

JGST

Keraton Yogyakarta pernah memiliki Abdi Dalem yang khusus bertugas untuk memainkan musik Eropa. Kesatuan Abdi Dalem tersebut bernama Musikan. Nama Musikan berasal dari bahasa Belanda yang berarti musikus. Jejak keberadaannya masih bisa ditemui melalui kampung di sebelah timur Pagelaran Keraton, kampung Musikanan.

Musikan pada Masa Hindia-Belanda
Walau jejak instrumen musik Eropa telah ditemukan sejak awal berdirinya Keraton Yogyakarta, namun tidak diketahui kapan tepatnya kesatuan Abdi Dalem Musikan berdiri. Catatan mengenainya baru muncul pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921-1939).

Pada 26 Mei 1923, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Dirk Fock (1921-1926) berkunjung ke Keraton Yogyakarta. Sri Sultan mengadakan pementasan musik Eropa untuk menghormatinya. Untuk itu berbagai persiapan dilakukan. Termasuk membuat seragam baru dan mengutus seorang Belanda dan dua Abdi Dalem untuk membeli alat-alat musik tambahan ke Batavia (Jakarta). Kebutuhan protokoler ini diduga menjadi alasan kenapa kesatuan Musikan dibentuk.

Pada November 1923, Sri Sultan mengundang seorang seniman bernama Walter Spies untuk bekerja sebagai instruktur dan dirigen musik. Saat itu, Walter Spies yang berasal dari Jerman sedang berkelana ke tanah Jawa. Ia dikenal sebagai pelukis dan musikus ulung. Kehadiran Spies yang mulai bekerja pada keraton sejak 1 Januari 1924 memberikan pengaruh cukup besar. Selain mengajar musik Eropa, ia sendiri mendalami gamelan Jawa. Dalam masa kerjanya yang singkat sebelum pergi ke Bali tahun 1927, ia meninggalkan beberapa manuskrip notasi gamelan untuk dimainkan dengan piano.

Saat itu, kesatuan musik Eropa keraton memiliki 40 anggota dan orkesnya dinamai Kraton Orcest Djogja. Para Abdi Dalem Musikan diberi nama dengan kata-kata dari bahasa Belanda. Beberapa menggunakan nama-nama hari seperti Zondag (Minggu), Maandag (Senin), dan Dinsdag (Selasa). Beberapa menggunakan nama-nama bulan seperti Januari, Februari, Maart, April, dan Mei. Beberapa lainnya menggunakan nama-nama yang berasal dari opera. Seperti Aida, nama opera karya G. Verdi yang muncul tahun 1871 di Italia. Atau Carmen, judul opera karya Georges Bizet yang muncul pada tahun 1875 di Perancis. Ada juga yang mengambil nama dari komposer opera, seperti Leoni. Franco Leoni adalah nama seorang komposer berkebangsaan Italia yang hidup antara tahun 1864-1949. Nama-nama Abdi Dalem ini digunakan secara turun temurun. Nama tersebut akan disandang oleh keturunan yang menggantikan Abdi Dalem yang sudah berakhir masa tugasnya.

Setelah Spies berhenti bekerja di Keraton Yogyakarta, jabatan dirigen diserahkan pada Abdi Dalem bernama Mas Lurah Regimentsdochter. Saat Mas Lurah Regimentsdochter wafat pada tahun 1931, jabatan dirigen diserahkan pada putranya yang bernama Leoni. Setelah diangkat sebagai dirigen, Leoni kemudian bergelar Raden Lurah Regimentsdochter II.

Pada masa itu Kraton Orcest Djogja berkembang dengan baik. Banyak kegiatan dilakukan. Seperti pementasan musik untuk mengiringi perarakan gunungan saat Garebeg Sawal, menyambut kunjungan para Gubernur Jenderal ke keraton, pentas dalam rangka penobatan Sunan Paku Buwono XI di Surakarta, menyambut kunjungan Sunan Paku Buwono XI ke keraton Yogyakarta, dan tak ketinggalan pementasan dalam rangka penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Selain pementasan dalam acara-acara penyambutan, Kraton Orcest Djogja melakukan kegiatan rutin di Pagelaran yang disebut Pasowanan. Ada pula pementasan dua kali sebulan di Societeit de Vereeniging, gedung rekreasi bagi orang Belanda yang kini menjadi bagian dari kompleks Taman Budaya Yogyakarta.